PEMBAHASAN
A.
KONSTRUKTIVISME PIAGET
1.
Teori Konstruktivisme Piaget
Piaget memandang pembelajaran berlangsung dalam situasi kolaborasi yangdifasilitasi oleh konflik
kognitif secara kontinu diantara bentuk-bentuk berpikir antagosnistik. Pendapat Piaget ini dilengkapi oleh pendapat Vygotsky yang
memandangbahwa pengetahuan dikonstruksi
secara kolaborasi antarindividu dan selanjutnya keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh
individu. Proses penyesuaian itu ekivalendengan
penkonstruksian secara individual. Secara
implisit terkandung pengertian bahwa pembelajaran dengan konstruktivisme adalah membantu siswa membangun
pengetahuan dan mengembangkan kemampuan belajar siswa melalui
pendekatan interaksi. Dengan dasar ini,
pembelajaran harus dikemas menjadi proses penkonstruksian bukan menerima pengetahuan.
Dalam pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan
mengajar dimana siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru.Untuk memahami teori Piaget, kita perlu mengerti beberapa
istilah baku yang digunakan untuk menjelaskan proses seseorang mencapai
pengertian.
a.Skema/ skemata
Sebagaimana tubuh kita mempunyai struktur tertentu agar dapat berfungsi, pikiran kita juga mempunyai struktur yang disebut
skema atau skemata (jamak). Skema adalah suatu stuktur mental atau kognitif
yang dengannya seseorang secara intelektualberadaptasi dan mengkoordinasi
lingkungan sekitarnya. Skemata itu akan beradaptas idan berubah selama
perkembangan mental anak. Skemata bukanlah benda nyata yangdapat dilihat,
melainkan suatu rangkaian proses dalam sistem kesadaran orang, maka tidak memiliki bentuk fisik dan tidak dapat
dilihat. Skemata adalah hasil
kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi hipotetis, seperti intelek,
kreativitas, kemampuan, dan naluri (wadsworth,1989).
Skema juga dapat dipikirkan sebagai suatu konsep atau kategori. Orang
dewasamempunyai banyak skema. Skema
ini digunakan untuk memproses danmengidentifikasi
rangsangan yang datang. Seorang anak yang baru lahir punya sedikitskema, yang
dalam perkembangannya kemudian menjadi lebih umum, lebih terperinci,dan lebih
lengkap.Skema tidak pernah berhenti berubah
atau menjadi lebih rinci. Skemata seoranganak berkembang menjadi skemata orang dewasa. Gambaran dalam pikiran
anakmenjadi semakin berkembang dan lengkap. Misalnya, anak yang sedang
berjalan denganayahnya melihat seekor lembu.
Ayahnya bertanya, “Nak, lihat binatang itu? Apa itu?”Anak itu melihat. Andaikan saja anak itu belum
pernah melihat lembu tetapi sudahpernah melihat kambing, maka dia sudah
mempunyai skema dalam pikirannya tentangkambing.
Anak itu lalu menjawab, “itukambing”. Anak itu melihat ada sesuatu yangsama antara lembu dengan konsep kambing yang ia
punyai. Misalnya, berkaki empat,bermata dua, berjalan merangkak, dan bertelinga
dua. Anak itu belum dapat melihatperbedaannya, melainkan melihat kesamaan
antara kambing dan lembu. Bila si anakmampu
melihat perbedaan-perbedaannya, ia akan memperkembangkan skemanyatentang
lembu, tidak sebagai kambing lagi.
b.
Asimilasi
adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikanpersepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam
skema atau pola yang sudah adadi dalam
pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif
yangmenempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalamskema yang telah ada. Proses asimilasi ini
berjalan terus. Setiap orang selalu secaraterus-menerus mengembangkan proses ini. Menurut Wadsworth, asimilasi
tidakmenyebabkan perubahan/ pergantian skemata, melainkan memperkembangkanskemata.
Misalnya, seseorang yang baru mengenal konsep balon. Dalam pikiran orangitu, ia punya skema “balon”. Kalau ia meniup
balon itu atau mengisinya dengan airsampai besar atau malah memecahkan
balon itu, ia tetap mempunyai skema yang samatentang
balon. Perbedaannya adalah bahwa skemanya tentang balon diperluas dandiperinci lebih lengkap, bukan hanya sebagai balon
yang kempes belum tertiup,melainkan
balon dengan macam-macam sifatnya. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan
mengorganisasikan diri dengan lingkungan barusehingga pengertian orang
itu berkembang.
c. Akomodasi
Dapat
terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru,seseorang
tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yangtelah ia punyai. Pengalaman yang baru itu bisa
jadi sama sekali tidak cocok denganskema
yang telah ada. Dalam keadaan seperti ini orang itu akan mengadakan akomodasi, yaitu: a) membentuk skema baru
yang cocok dengan rangsangan yang baruatau b) memodifikasi skema yang ada
sehingga cocok dengan rangsangan itu. Misalnya,seorang anak mempunyai skema
bahwa semua binatang harus berkaki dua atau empat.Skema ini didapat dari abstraksinya terhadap binatang-binatang yang
pernah dijumpainya. Pada suatu hari
ia berjalan ke sawah dan menemukan banyak binatangyang kakinya lebih
dari empat. Anak tadi mengalami bahwa skema lamanya tidak cocok lagi; terjadi
konflik dalam pikirannya. Ia harus mengadakan perubahan terhadap skemalamanya. Ia mengadakan akomodasi dengan membentuk
skema baru bahwa binatangdapat berkaki dua, empat, dan lebih dari empat.Skemata seseorang dibentuk dengan pengalaman
sepanjang waktu. Skemata menunjukkan
taraf pengertian dan pengetahuan seseorang sekarang tentang duniasekitarnya.
Karena skema ini suatu konstruksi, maka bukan tiruan dari kenyataan duniayang ada. Menurut Piaget, proses asimilasi dan
akomodasi ini terus berjalan dalam diriseseorang.
Dalam contoh anak di atas, ia akan terus mengembangkan skemanya tentang kaki binatang bila dijumpainya pengalaman-pengalaman
yang berbeda,misalnya bahwa ada pula binatang yang tak berkaki.
d.
Equilibration
Proses asimilasi dan akomodasi perlu untuk perkembangan kognitif seseorang.Dalam perkembangan intelek seseorang, diperlukan
keseimbangan antara asimilasi danakomodasi.
Proses itu disebut equilibrium, yakni
pengaturan diri secara mekanis untukmengatur keseimbangan proses
asimilasi dan akomodasi. Disequilibrium adalah keadaan tidak seimbang antara asimilasi dan akomodasi. Equilibration adalah proses dari
disequilibrium ke equilibrium. Proses
tersebut berjalan terus dalam diri orang melaluiasimilasi dari akomodasi.
Equilibration membuat seseorang dapat
menyatukan peng-alaman luar dengan struktur dalamnya (skemata). Bila
terjadi ketidakseimbangan, makaseseorang dipacu untuk mencari keseimbangan
dengan jalan asimilasi atau akomodasi.
B.
Teori Belajar Konstruktivisme
1.
Piaget dan Pandangan Konstruktivisme
Teori belajar atau teori perkembangan mental piaget
biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif.
Teori belajar yang dikemukakan oleh piaget tersebut berkenaan dengan kesiapan
anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dengan
cirri tertentu dalam mengkonstruksi pengetahuan. Misalnya pada tahap sensori
motor anak berpikir melalui gerak atau perbuatan.dalam kaitannya dengan teori
belajar konstruktivisme, piaget yang di kenal sebagai konstruktivis pertama.
Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu
sejak kecil memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Dia juga menegaskan bahwa pengetahuan di bangun dalam pikiran anak. Selanjutnya, timbul pertanyaan bagaimanakah cara anak membangun pengetahuan tersebut?, lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, akn tetapi melalui tindakan. Perkembangan kognitif anak bahkan bergantung kepada seberapa jauh mereka aktif memanipulsi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Akomodasi dapat juga diartikan sebagai prose mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan tersebut. Pandangan dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir, yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran seseorang dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilinya. Dalam hal ini, belajar merupakan proses aktif untik mengembangkan schemata sehingga pengetahuan terkait. Belajar merupakan proses membangun atau mengkonstruksi pemahaman sesuai dengan kemampuan yang dimiliki seseorang. Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktifitas yang berlangsung secara interaktif antara factor intern pada diri pembelajar dengan factor extern atau lingkungan sehingga melahirkan suatu perubahan tingkah laku. Sedangkan pengetahuan fisis adalah konkrit. Tetapi pengetahuan logis dan matematis itu diabstraksi dari apa? Menurut Piaget ada dua kemungkinan abstraksi sebagai berikut :
Dia juga menegaskan bahwa pengetahuan di bangun dalam pikiran anak. Selanjutnya, timbul pertanyaan bagaimanakah cara anak membangun pengetahuan tersebut?, lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, akn tetapi melalui tindakan. Perkembangan kognitif anak bahkan bergantung kepada seberapa jauh mereka aktif memanipulsi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Akomodasi dapat juga diartikan sebagai prose mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan tersebut. Pandangan dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir, yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran seseorang dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilinya. Dalam hal ini, belajar merupakan proses aktif untik mengembangkan schemata sehingga pengetahuan terkait. Belajar merupakan proses membangun atau mengkonstruksi pemahaman sesuai dengan kemampuan yang dimiliki seseorang. Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktifitas yang berlangsung secara interaktif antara factor intern pada diri pembelajar dengan factor extern atau lingkungan sehingga melahirkan suatu perubahan tingkah laku. Sedangkan pengetahuan fisis adalah konkrit. Tetapi pengetahuan logis dan matematis itu diabstraksi dari apa? Menurut Piaget ada dua kemungkinan abstraksi sebagai berikut :
1) Abstraksi yang berdasarkan pada objek itu sendiri.
Dalam abstraksi ini, orang itu menemukan pengertian dari sifat-sifat objek itu
sendiri secara langsung. Pengetahuan kita langsung merupakan abstraksi dari
objek itu. Inilah pengetahuan eksperimental atau empiris. Abstraksi ini disebut
abstraksi sederhana.
2) Abstraksi yang didasarkan pada koordinasi, relasi,
operasi, penggunaan yang tidak langsung keluar dari sifa-sifat objek itu. Di
sini abstraksi di tarik tidak dari objek itu sendiri, tetapi dar tindakan
terhadap objek itu. Inilah inilah abstraksi logis dan matematis. Misalnya,
berhadapan dengan 7 kelereng, seorang anak menghitung kelereng itu sampai
tujuh. Ia menjajarkannya dan menghitung tetap sama 7. Ia meletakkan
kelereng-kelereng di kaleng, di hitung lagi hasilnya tetap 7. Ia mengubah-ubah
susunan kelereng dan di hitung tetap 7. Anak itu menemukan prinsip komlatif
bahwa jumlah kelereng tetap sama meski susunannya di ubah-ubah. Ia juga
menemukan pengertian tentang angka 7. Sifat tersebut tidak terdapat pada
kelereng, tetapi pada aksi terhadap kelereng. Pengetahuan ini adalah
pengetahuan matematis bukan fisis. Abstraksi kedua ini disebut abstraksi
reflekttif.
Bagi Piaget semua pengetahuan adalah suatu konstruksi
(bentukan) dari kegiatan / tindakan seseorang. Pengetahuan ilmiah itu
berevolusi, berubah dari waktu-waktu. Pemikiran ilmiah adalah sementara, tidak
statis, dan merupakan proses. Pemikiran ilmiah merupakan proses konstruksi dan
reorgansasi yang terus menerus (1970). Pengetahuan bukanlah sesuatu yang ada
diluar tetapi ada dalam diri seseorang yang membentuknya.
Piaget membedakan adanya tiga macam pengetahuan : (1) pengetahuan Fisis, (2) matematis-logis, (3) sosial. Masing-masing pengetahuan itu membutuhkan tindakan/ kegiatan seseorang, tetapi dengan berbeda alasannya.
Piaget membedakan adanya tiga macam pengetahuan : (1) pengetahuan Fisis, (2) matematis-logis, (3) sosial. Masing-masing pengetahuan itu membutuhkan tindakan/ kegiatan seseorang, tetapi dengan berbeda alasannya.
1) Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan
sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian seperti bentuk, besar,
kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang
lain.anak memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan
atau bertindak terhadap objek itu melalui indranya.pengetahuan fisis ini
didapat dari abstraksi langsung akan suatu objek.
2) Pengetahuan matematis-logis adalah pengetahuan yang
dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman dengan suatu objek atau kejadian
tertentu. Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi,
relasi ataupun penggunaan objek. Pengetahuan matematis-logis dapat berkembang
hanya bila si anak bertindak terhadap benda itu. Tetapi peran dari tindakan dan
benda itu berbeda. Anak itu membentuk/ menciptakan pengetahuan matematis logis
karena pengetahuan itu tidak ada dalam objek sendiri seperti pengetahuan fisis.
Pengetahuan itu harus dibentuk dari perbuatan berpikir si anak terhadap benda
itu. Benda disini hanya menjadi medium untuk membiarkan konstruksi itu terjadi.
3) Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat
dari kelompok budaya dan social yang secara bersama menyetujui sesuatu. Contoh
pengetahuan ini ialah aturan, hokum, moral, nilai, system bahasa, dan
lain-lain. Pengetahuan social tidak dapat dibentuk dari suatu tindakan
seseorang terhadap suatu objek, tetapi dibentuk dari interaksi seseorang dengan
orang lain.
2. Teori
Belajar Vygotsky
Disini Vygotsky lebih memfokuskan perhatian kepada
hubungan dialektif antara individu dan masyarakat dalam pembentukan pengetahuan
tersebut dia memperhatikan akibat interaksi social, terlebih bahasa pada proses
belajar anak menurut Vygotsky belajar merupakan suatu perkembangan pengertian.
Dia membedakan adanya dua pengertian, yang spontan dan yang ilmiah. Pengertian
spontan adalah pengertian yang didapatkan dari pengalaman anak sehari-hari.
Pengertian ilmiah adalah pengertian yang didapat dari kelas. Pengertian ini
adalah pengertian formal yang terdefinisikan secara logis dalam suatu systel
yang lebih luas. Dalam proses belajar terjadi perkembangan dari pengertian yang
spontan ke yang lebih ilmiah.
Menurut Vygotsky pengertian ilmiah itu tidak dating dalam bentuk yang jadi pada seorang anak. Pengertian itu mengalami perkembangan. Ini terkantung pada tingkat kemampuan anak untuk menangkap suatu model pengertian yang lebih ilmiah.
Menurut Vygotsky pengertian ilmiah itu tidak dating dalam bentuk yang jadi pada seorang anak. Pengertian itu mengalami perkembangan. Ini terkantung pada tingkat kemampuan anak untuk menangkap suatu model pengertian yang lebih ilmiah.
Vygotsky menggunakan istilah “ zo-ped “ suatu wilayah
tempat bertemu antara pengertian spontan anak dengan pengertian sistematis
logis orang dewasa. Wilayah ini berbeda dari setiap anak dan ini menunjukkan
kemampuan anak dalam menangkap logika dan pengertian ilmiah.Itulah sebabnya
Vygotsky menekankan pentingnya interaksi social dengan orang lain. Terlebih
yang punya pengetahuan lebih baik dan system yang secara cultural telah
berkembang dengan baik dengan diilhami dengan karya Vygotsky social
culturalisme lebih menekankan praktek-praktek cultural dan social dalam
lingkungan pelajar. Menurut para sosiokulturalis, aktifitas mengerti selalu dipengaruhi
oleh partisipasi seseorang dalam praktek-praktek social dan cultural yang ada
(situasi sekolah, masyarakat, teman-teman, dan lain-lain).
E.
Implikasi Konstruktivisme Terhadap Teori Belajar
1.
Makna belajar.
Menurut
kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksikan
arti entah teks, dialog, pengalaman fisis, dll. Belajar juga merupakan
proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atas informasi yang dipelajari dengan pengertian
yangsudah dimiliki siswa sehingga pengetahuannya
berkembang. Proses tersebut bercirikan sebagai
berikut:
a.
Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakanoleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami.
Konstruksi artidipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki.[1]
b.
Konstruksi arti merupakan proses terus
menerus. Setiap kali berhadapan
dengan fenomena atau persoalan yang baru, siswa akan selalu mengadakan rekonstruksi.
c.
Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta,
melainkan lebih merupakan suatu
proses pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan,
melainkan merupakan perkembangan
itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
d.
Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada
waktu skema seseorang dalam
kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ke-tidak seimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang
baik untuk memacu belajar.
e.
Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa
dengan dunia fisikdan lingkungannya .
f.
Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang
telah diketahui siswaberupa
konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.
2.
Peran pelajar
Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, di mana siswa membangun
sendiripengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari.
Ini merupakanproses menyesuaikan konsep dan
ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah adadalam pikiran mereka. Siswa sendirilah yang bertanggung jawab atas hasil
belajarnya.Mereka membawa pengertiannya yang lama dalam situasi belajar yang
baru. Merekasendiri yang membuat
penalaran atas apa yang dipelajarinya dengan cara mencarimakna, membandingkannya dengan apa yang telah ia
ketahui serta menyelesaikanketegangan
antara apa yang telah ia ketahui dengan apa yang ia perlukan dalampengalaman
yang baru.Bagi kaum konstruktivis, belajar
adalah suatu proses organik untuk menemukansesuatu, bukan suatu proses mekanik untuk mengumpulkan fakta. Belajar
itu suatuperkembangan pemikiran
dengan membuat kerangka pengertian yang berbeda. Siswaharus punya
pengalaman dengan membuat hipotesis, mengetes hipotesis, memanipulasiobjek, memecahkan
persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan
refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan, dll untukmembentuk
konstruksi yang baru. Siswa harus membentuk pengetahuan mereka sendiridan guru membantu sebagai mediator dalam proses
pembentukan itu. [2]“Belajar yangberarti”
terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian, dan dalam proses
selalumemperbarui tingkat pemikiran yang tidak lengkap.Ada perbedaan antara
kaum behavioris dan konstruktivis dalam hal pengetahuan,belajar, dan mengajar. Menurut kaum behavioris, pengetahuan itu
pengumpulan pasif dari subjek dan objek yang diperkuat oleh lingkungannya,
sedangkan bagi kaum kon-struktivis, pengetahuan itu adalah kegiatan aktif siswa
yang meneliti lingkungannya.Bagi behavioris, pengetahuan itu statis dan
sudah jadi; bagi konstruktivis, pengetahuanitu suatu proses menjadi. Bagi kaum
behavioris, mengajar adalah mengatur lingkunganagar dapat membantu belajar. Bagi konstruktivis, mengajar berarti
partisipasi dengansiswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna,
mempertanyakan kejelasan,bersikap
kritis, mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar adalah suatu bentuk belajarsendiri.Setiap siswa mempunyai cara sendiri untuk
mengerti. Maka penting bahwa setiapsiswa
mengerti kekhasannya, juga keunggulan dan kelemahannya dalam mengertisesuatu.
Mereka perlu menemukan cara belajar yang tepat bagi mereka sendiri. Setiapsiswa mempunyai cara yang cocok untuk
mengkonstruksikan pengetahuannya yangkadang
sangat berbeda dengan teman-teman yang lain. Karena itu, mengerti kekhususannya sendiri sangat
penting dalam memajukan belajar seseorang. Dalamkerangka ini, sangat penting
bahwa siswa dimungkinkan untuk mencoba bermacam-macam cara belajar yang cocok dan juga penting
bahwa pengajar menciptakanbermacam-macam situasi dan metode yang membantu pelajar. Satu model belajarmengajar saja tidak akan banyak membantu siswa.Waktu pertama kali datang ke kelas, siswa sudah
membawa makna tertentutentang dunianya. Inilah pengetahuan dasar mereka untuk
dapat mengembangkanpengetahuan yang baru. Juga mereka membawa perbedaan
tingkat intelektual, personal,sosial,
emosional, dan kultural. Ini semua mempengaruhi pemahaman mereka. Latarbelakang
dan pengertian awal yang dibawa siswa tersebut sangat penting dimengertioleh
pengajar agar dapat membantu memajukan dan memperkembangkannya sesuaidengan
pengetahuan yang lebih ilmiah.
3.
Belajar kelompok
Karena
pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun sosial, kelompok belajar dapat dikembangkan.
Menurut Von Glasersfeld, dalam kelompok belajar siswaharus mengungkapkan
bagaimana ia melihat persoalan dan apa yang akan dibuatnyadengan persoalan itu. Inilah salah satu jalan
menciptakan refleksi yang menuntut kesadaran akan apa yang sedang dipikirkan dan dilakukan. Selanjutnya, ini
akanmemberikan kesempatan kepada
seseorang untuk secara aktif membuat abstraksi.
Usaha menjelaskan sesuatu kepada kawan-kawan justru membantunya untuk
melihatsesuatu dengan lebih jelas dan bahkan melihat
inkonsistensi pandangan mereka sendiri.Mengerti
bahwa teman lainnya belum memiliki jawaban yang siap, akanmeningkatkan keberanian siswa untuk mencoba dan
mencari jalan. Sekaligus, jika iamenemukan
jawaban, itu akan mendorong yang lain untuk menemukannya
juga.Ketidakkonsistenan dan kesalahan yang ditunjukkan oleh teman dianggap
kurangmeyakinkan dibandingkan bila
ditunjukkan oleh guru. Ini akan meningkatkan harga dirimereka. Menurut Driver dkk., konstruktivisme sosial
menekankan bahwa belajar berartidimasukkannya seseorang ke dalam suatu
dunia simbolik. Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif
dalampercobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna
adalah dialog antar pribadi. Belajar
merupakan proses masuknya seseorang ke dalam kultur orang-orang yangterdidik.
Dalam hal ini, siswa tidak hanya memerlukan akses ke pengalaman fisik, tetapi juga ke konsep-konsep dan model-model ilmu
pengetahuan konvensional. Oleh sebabitu, guru berperan penting karena mereka
menyediakan kesempatan yang cocok dan prasarana masyarakat ilmiah bagi siswa.
Dalam konteks ini kegiatan-kegiatan yangmemungkinkan siswa berdialog dan
berinteraksi dengan para ahli, dengan lembaga-lembaga penelitian, dengan sejarah penemuan ilmiah, dan dengan
masyarakatpengguna hasil ilmiah akan sangat membantu dan merangsang mereka
untukmengkonstruksi pengetahuan mereka.
F. Implikasi Konstruktivisme terhadap
Proses Mengajar
1.
Makna Mengajar.
Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa,melainkan suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa membangun sendiripengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentukpengetahuan, membuat makna,
mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.Berpikir
yang baik adalah lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benaratas suatu
persoalan yang sedang dipelajari. Seseorang yang mempunyai cara berpikiryang
baik, dalam arti bahwa cara berpikirnya dapat digunakan untuk menghadapi suatu
fenomena baru, akan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan
yanglain. Sementara itu, seorang siswa yang sekadar menemukan jawaban benar
belum pastidapat memecahkan persoalan yang baru karena mungkin ia tidak
mengerti bagaimana menemukan jawaban itu. Bila cara berpikir itu berdasarkan
pengandaian yang salah atautidak dapat
diterima pada saat itu, ia masih dapat memperkembangkannya. Mengajar adalah
membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir
sendiri.[3]
2.
Fungsi dan Peran Pengajar atau
Guru.
Menurut
prinsip konstruktivis, seorang pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan
fasilitator yang membantu agar proses belajar murid belajar dengan baik.
Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin ataupun guru yang
mengajar. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas
sebagai berikut:
1)
Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam
membuat rancangan, proses, dan penelitian.karena itu, jelas member kuliah atau
ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.
2)
Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan
murid dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan
mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakn sarana yang merangsang siswa
berpikir secara produktif.
3)
Memonitor, mengevaluasi,dan menunjukkan apakah pemikiran si murid jalan atau
tidak.guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan murid itu berlaku
untuk menghadapi persoalan baru yng berkaitan serta membantu mengevaluasi
hipotesis dan kesimpulannya.
Agar peran dan tugas tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa kegiatan yang perlu dikerjakan dan juga beberapa pemikiran yang perlu disadari oleh pengajar:
Agar peran dan tugas tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa kegiatan yang perlu dikerjakan dan juga beberapa pemikiran yang perlu disadari oleh pengajar:
1) Guru
perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang mereka
kethui dan pikirkan.
2)
Tujuan dan apa yang akan dibuat dikelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga
siswa sungguh terlibat.
3) Guru
perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan
siswa.
4)
Idperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjusng dan kepercayaan
terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar.
5) Guru
perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai
pemikiran siswa.
Guru
yang konstruktivis tidak pernah akan membenarkan ajarannya dengan mengklaim
bahwa “ ini satu-satunya yang benar “. Didalam matematika mereka dapat
menunjukkan bahwa cara tertentu diturunkan dari operasi tertentu.
3.
Penguasaan Bahan
Peran
guru sangat menuntut penguasaan bahan yang luas dan mendalam guru perlu
mempunyai pandangan yang sangat luas mengenai pengetahuan tentang bahan yang
akan diajarkan. Pengatahuan yang luas dan mendalam memungkinkan seorang guru
menerima pandangan yang berbeda dari murid juga memungkinkan menunjukkan apakah
gagasan itu jalan atau tidak. Penguasaan bahan memungkinkan seorang guru
mengerti macam-macam jalan dan model untuk sampai pada suatu pemecahan
persoalan tanpa terpaku pada satu model.
4.
Strategi Mengajar
Tugas
guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai
dengan situasinya yang konkrit maka strategi mengajar perlu juga disesuaikan
dengan kebutuhan dan situasi murid. Oleh karena itu, tidak ada suatu srtategi
mengajar yang stu-satunya yang dapat digunakan di manapun dan dalam situasi
apapun. Strategi yang disusun selalu hanya menjadi tawaran dan saran, bukan
suatu menu yang sudah jadi. Setiap guru yang baik akan memperkembangkan caranya
sendiri. Mengajar adalah suatu seni yang menuntut bukan hanya penguasaan
teknik, melainkan juga intuisi. Harlen
(1992 : 51) mengembangkan model konstruktivis dalam pembelajaran di kelas.
Pengembangan model konstruktivis tersebut mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
1.
Orientasi. Murid diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari
suatu topik. Murid diberi kesempatan untuk mengadakn observasi terhadap topik
yang hendak dipelajari.
2.
Elicitasi Ide. Murid dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan
berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain.
3.
Restrukturisasi ide. Meliputi beberapa tahap yaitu klarifikasi terhadap
ide, membangun ide baru , dan
mengevaluasi ide yang barunya dengan eksperimen.
3. Aplikasi. Menerapkan ide yang telah dipelajari.
4. Review. Mengadakan tinjauan terhadap perubahan ide
tersebut.
Beberapa
prinsip konstruktivisme piaget yang perlu diperhatikan dalam mengajar
matematika:
1)
Struktur psikologis harus di kembangkan dulu sebelum persoalan bilangan
diperkenalkan.
2)
Struktur psikologis harus dikembangkan dulu sebelum symbol formal diajarkan.simbol
adalah bahasa matematis.
3) Murid
harus mendapat kesempatan untuk menemukan (membentuk) relasi atematis sendiri,
jangaan hanya dihadapkan kepada pemikiran orang dewasa yang sudah jadi.
4)
Suasana berpikir harus diciptakan. Sering pengajaran matematika hanya
mentransfer apa yang dipunyai guru kepada murid dalam bentuk pelimpahan fakta
matematis dan prosedur perhitungan kepada murid sehingga murid menjadi pasif
dan hanya menghafal belaka.
5.
Bagaimana Mengevaluasi Proses Belajar Murid
Menurut von glasersfeld, sebenarnya seorang guru tidak dapat mengevaluasi
apa yang sedang dibuat murid atau apa yang mereka katakan. Yang harus dilakukan
guru adalah menunjukkan kepada murid bahwa apa yang mereka pikirkan itu tidak
cocok utuk persoalan yang dihadapi. Guru konstruktivis tidak menekankan
kebenaran, tetapi berhasilnya suatu operasi (viable). [4]
Perlu
ditentukan apakah kita ingin agar murid memperkembangkan kemampuan berpikirnya
atau sekedar dapat menangani prosedur standar dan memberikan jawabn standar
yang terbatas. Berikan kepada murid suatu persoalan yang belum pernah ditemui
sebelumnya, amati bagaimana mereka mengkonseptualisasikannya, dan teliti
bagaimana mereka menyelesaikan persoalan itu. Pendekatan murid terhadap
persoalan itu lebih penting daripada jawaban akhir yang diberikannya. Dengan
mengamati cara konseptual yang murid gunakan, kita dapat menangkap bagaimana
jalannya konsep mereka. Berikan persoalan kepada murid yang belum ada
pemecahannya yang baku (von Glasersfeld , 1989).
6.
Hubungan Guru dan Murid
Dalam
aliran konstruktivisme, guru bukanlah seseorang yang mahatahu dan murid
bukanlah yang belum tahu dank arena itu harus diberitahu. Dalam proses belajar
murid aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya. Dalam arti inilah
hubungan guru dan murid lebih sebagai mitra yang bersama-sama membangun
pengetahuan.
- Contoh
Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme
Berikut ini adalah contoh pembelajaran
pengurangan dasar bilangan seperti 13–7. Alternatif rancangan proses
pembelajaran ini dapat saja disempurnakan dan disesuaikan dengan kondisi daerah
dan keadaan siswa di kelas Bapak dan Ibu Guru. Langkah-langkah proses
pembelajarannya adalah sebagai berikut:
1. Pada
tahap awal, Guru mengajukan masalah seperti berikut di papan tulis, di
transparansi, ataupun di kertas peraga.
2. Guru
bertanya kepada para siswa, berapa kelereng yang dimiliki Ardi pada awalnya?
Jawaban yang diinginkan adalah 12. Guru lalu menggambar di papan tulis, 12 buah
kelereng seperti gambar di bawah ini dengan menekankan bahwa 12 bernilai 1
puluhan dan 2 satuan atau 12 = 10 + 2.
3. Guru
meminta siswanya bekerja dalam kelompok dengan menggunakan benda-benda konkret
yang dimilikinya untuk menggambarkan 12 kelereng yang dimiliki Ardi.
4. Guru
bertanya kepada siswa, berapa butir kelereng yang diberikan kepada adiknya dan
berapa sisa kelereng yang dimiliki Ardi sekarang? Biarkan siswa bekerja
sendiri-sendiri atau bekerja di kelompoknya untuk menjawab soal tersebut.
5. Ada
dua kemungkinan jawaban siswa atau kelompok siswa, seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini. Pada waktu diskusi kelompok, Bapak atau Ibu Guru sebaiknya
menawarkan alternatif kedua ini kepada beberapa kelompok.
6. Guru
memberi kesempatan kepada siswa atau kelompok untuk melaporkan cara mereka
mendapatkan hasilnya. Diskusikan juga, yang mana dari dua cara tersebut yang
lebih mudah digunakan.
7. Guru
memberi soal tambahan seperti 13–9 dan 12–8.
Para siswa masih boleh menggunakan benda-benda konkret. Bagi siswa yang
masih menggunakan alternatif pertama, sarankan untuk mencoba alternatif kedua
dalam proses menjawab dua soal di atas.
8. Guru
memberi soal tambahan seperti 14–9 dan 13–8. Bagi siswa atau kelompok siswa yang sudah dapat
menyelesaikan soal ini tanpa menggunakan benda konkret dapat mengerjakan
soal-soal yang ada di buku secara terus menerus & mengarahkannya sedikit
demi sedikit & mengoreksi hasil akhir atau jawaban dari para siswa baik
yang berkelompok maupun yang individual tadi apabila salah guru harus
merangsang dengan memberikan semacam pemikiran aagar supaya murid tadi bisa
menjawbnya sampai benar
KESIMPULAN
1.
Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi
manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi mereka dengan
objek, fenomen, pengalaman dan lingkungan mereka. Bagi konstruktivisme,
pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang
lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang.
2.
Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Dalam pembentukan
pengetahuan, Piaget membedakan tiga macam pengetahuan: Fisis, Matematis-logis,
dan Sosial. Konstruktivisme psikologis
personal (Teori Vygotsky) lebih menekankan bahwa pribadi seseorang sendirilah
yang bisa mengkostruksikan pengetahuan.
3. Belajar adalah proses Mengkonstruksi pengetahuan dari
abstraksi pengalaman baik alami maupun manusiawi. Proses Konstruksi itu
dilakukan secara pribadi dan social. Proses ini adalah proses yang aktif.
Beberapa factor seperti pengalaman, pengetahuan yang telah dipunyai, kemampuan
kognitif dan linggkingan berpengaruh terhadap hasil belajar.
4.
Mengajar adalah proses membantu seseorang ontuk membentuk pengetahuanya
sendiri. Mengajar bukanlah mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tahu
(Guru) kepada yang belum tahu (Murid), melainkan membantu seseorang agar dapat
mengkonstruksi sondiri pengetahuanya lewat kegiatanya terhadap fenomen dan
objek yang ingin diketahui.
5. Teori Konstruktivisme telah banyak digunakan dalam
pendidikan sains dan matematika. Teori tersebut secara umum digunakan sebagai
referensi dan evaluasi proses belajar-mengajar dan juga pembaruan kurikulum
sains dan matematika. Bahkan, sekarang mulai dicoba untuk menerapkan
prinsip-prinsip Konstruktivisme dalam pembaruan pendidikan guru.
6.
Model pengajaran dan pembelajaran ini adalah dicadangkan
dalam `Children's Learning in Science Project' (Needham, 1987). Dalam model
ini, murid digalakkan bertukar-tukar fikiran melalui fasa pencetusan idea. Fasa
ini juga dapat merangsang murid meninjau semula idea asal mereka. Dalam fasa
penstrukturan semula idea, guru digalakkan merancang aktiviti yang sesuai untuk
membantu murid mengubah idea asal mereka. Murid diberi peluang untuk mencabar
idea asal sendiri dan juga idea rakan-rakan mereka. Adalah idpercayai idea baru
yang dibina oleh murid sendiri biasanya lebih mudah diterima oleh mereka jika
sekiranya idea ini mudah difahami dan berguna. Dalam fasa penggunaan idea,
murid boleh menggunakan idea baru mereka untuk menyelesaikan masalah dan
menerangkan fenomena yang berkaitan dengan idea-idea itu. Fasa renungan kembali
merupakan fasa terakhir. Dalam fasa ini murid membandingkan idea asal renungan
kembali merupakan fasa terakhir. Dalam fasa ini murid membandingkan idea asal
mereka dengan idea baru dan merenung kembali proses pembelajaran yang telah
mengakibatkan perubahan ke atas idea mereka. Fasa ini juga dapat
memperkembangkan kemahiran meta kognitif.
7.
Fasa-fasa pengajaran berasaskan model konstruktivisme 5-fasa
seperti berikut:-
Bil
|
Fasa
|
Tujuan/Kegunaan
|
Kaedah
|
I
|
Orientasi
|
Menimbulkan
minat dan menyediakan suasana
|
Amali
penyelesaikan masalah sebenar, tunjukcara oleh guru, tayangan filem, video
dan keratan akhbar
|
II
|
Pencetusan
Idea
|
Supaya
murid dan guru sedar tentang idea terdahulu
|
Amali,
perbincangan dalam kumpulan kecil, pemetaan konset dan laporan
|
III
|
Penstrukturan
semula idea
i. Pernjelasan dan pertukaran ii. Pendedahan kepada situasi konflik iii. Pembinaan idea baru
iv. Penilaian
|
Mewujudkan kesedaran tentang idea
alternatif yang berbentuk saintifik.
Menyedari bahawa idea-idea sedia ada perlu diubahsuai, diperkembangkan atau diganti dengan idea yang lebih saintifik.
Mengenal pasti idea-idea alternatif dan
memeriksa secara kritis idea-idea sedia ada sendiri
Menguji kesahan idea-idea sedia ada
Pengubahsuaian, pengembangan atau penukaran idea
Menguji kesahan
untuk idea-idea baru yang dibina
|
Perbincangan dalam kumpulan kecil dan buat laporan
Perbincangan, pembacaan,
input guru.
Amali, kerja proyek, eksperimen, tunjuk cara guru
|
IV
|
Penggunaan
idea
|
Pengukuhan
kepada idea yang telah dibina dalam situasi baru dan biasa
|
Penulisan
sendiri kerja proyek
|
V
|
Renungan
kembali
|
Menyedari
tentang perubahan idea murid. Murid dapat membuat refleksi sejauh manakah
idea asal mereka telah berubah.
|
Penulisan
kendiri, perbincangan kumpulan, catatan peribadi dan lain-lain.
|
DAFTAR
PUSTAKA
- Bettencourt, A. (1989). What is
Contructivism `nd Why Are They All Talking
About it? Michigen State University.
- Dr. Hanafiah, M.M.pd. ; Drs. Cucu
Suhana, M.M.Pd. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran, Bandung : Refika Aditama.
- http://ahmad faqih.blogsport.com/mengenal teori
konstuktivisme,html.
- Matthews, M. (1994). Science
Teaching. New York: Routledge.
- Piaget. J. (1970). Genetic
Epistemology. NY: Columbia University Press.
- Sadulloh. Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan.
Bandung: Alfabeta .
- Sanjaya,
Wina. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Penada Media Group.
- Suparno,
Paul.1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
- Suwarno. Wiji. 2006. Dasar
–Dasar Ilmu Pendidikan. Yogykarta : Ar-Ruzz.
- Von glasersefld, E. (1988). Cognition,
Construction of Knowledge, and Teaching. National Science Foundation,
Washington D.C.