Selasa, 03 April 2012

konstruktivisme


BAB II
PEMBAHASAN
A.      KONSTRUKTIVISME PIAGET
1.       Teori Konstruktivisme Piaget
Piaget memandang pembelajaran berlangsung dalam situasi kolaborasi yangdifasilitasi oleh konflik kognitif secara kontinu diantara bentuk-bentuk berpikir antagosnistik. Pendapat Piaget ini dilengkapi oleh pendapat Vygotsky yang memandangbahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaborasi antarindividu dan selanjutnya keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh individu. Proses penyesuaian itu ekivalendengan penkonstruksian secara individual. Secara implisit terkandung pengertian bahwa pembelajaran dengan konstruktivisme adalah membantu siswa membangun pengetahuan dan mengembangkan kemampuan belajar siswa melalui pendekatan interaksi. Dengan dasar ini, pembelajaran harus dikemas menjadi proses penkonstruksian bukan menerima pengetahuan. Dalam pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar dimana siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru.Untuk memahami teori Piaget, kita perlu mengerti beberapa istilah baku yang digunakan untuk menjelaskan proses seseorang mencapai pengertian.
a.Skema/ skemata
Sebagaimana tubuh kita mempunyai struktur tertentu agar dapat berfungsi, pikiran kita juga mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak). Skema adalah suatu stuktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektualberadaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skemata itu akan beradaptas idan berubah selama perkembangan mental anak. Skemata bukanlah benda nyata yangdapat dilihat, melainkan suatu rangkaian proses dalam sistem kesadaran orang, maka tidak memiliki bentuk fisik dan tidak dapat dilihat. Skemata adalah hasil kesimpulan atau bentukan mental, konstruksi hipotetis, seperti intelek, kreativitas, kemampuan, dan naluri (wadsworth,1989).
Skema juga dapat dipikirkan sebagai suatu konsep atau kategori. Orang dewasamempunyai banyak skema. Skema ini digunakan untuk memproses danmengidentifikasi rangsangan yang datang. Seorang anak yang baru lahir punya sedikitskema, yang dalam perkembangannya kemudian menjadi lebih umum, lebih terperinci,dan lebih lengkap.Skema tidak pernah berhenti berubah atau menjadi lebih rinci. Skemata seoranganak berkembang menjadi skemata orang dewasa. Gambaran dalam pikiran anakmenjadi semakin berkembang dan lengkap. Misalnya, anak yang sedang berjalan denganayahnya melihat seekor lembu. Ayahnya bertanya, “Nak, lihat binatang itu? Apa itu?”Anak itu melihat. Andaikan saja anak itu belum pernah melihat lembu tetapi sudahpernah melihat kambing, maka dia sudah mempunyai skema dalam pikirannya tentangkambing. Anak itu lalu menjawab, “itukambing”. Anak itu melihat ada sesuatu yangsama antara lembu dengan konsep kambing yang ia punyai. Misalnya, berkaki empat,bermata dua, berjalan merangkak, dan bertelinga dua. Anak itu belum dapat melihatperbedaannya, melainkan melihat kesamaan antara kambing dan lembu. Bila si anakmampu melihat perbedaan-perbedaannya, ia akan memperkembangkan skemanyatentang lembu, tidak sebagai kambing lagi.

b.           Asimilasi
adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikanpersepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah adadi dalam pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yangmenempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru dalamskema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Setiap orang selalu secaraterus-menerus mengembangkan proses ini. Menurut Wadsworth, asimilasi tidakmenyebabkan perubahan/ pergantian skemata, melainkan memperkembangkanskemata. Misalnya, seseorang yang baru mengenal konsep balon. Dalam pikiran orangitu, ia punya skema “balon”. Kalau ia meniup balon itu atau mengisinya dengan airsampai besar atau malah memecahkan balon itu, ia tetap mempunyai skema yang samatentang balon. Perbedaannya adalah bahwa skemanya tentang balon diperluas dandiperinci lebih lengkap, bukan hanya sebagai balon yang kempes belum tertiup,melainkan balon dengan macam-macam sifatnya. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan barusehingga pengertian orang itu berkembang.
c. Akomodasi
Dapat terjadi bahwa dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman yang baru,seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yangtelah ia punyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok denganskema yang telah ada. Dalam keadaan seperti ini orang itu akan mengadakan akomodasi, yaitu: a) membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baruatau b) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Misalnya,seorang anak mempunyai skema bahwa semua binatang harus berkaki dua atau empat.Skema ini didapat dari abstraksinya terhadap binatang-binatang yang pernah dijumpainya. Pada suatu hari ia berjalan ke sawah dan menemukan banyak binatangyang kakinya lebih dari empat. Anak tadi mengalami bahwa skema lamanya tidak cocok lagi; terjadi konflik dalam pikirannya. Ia harus mengadakan perubahan terhadap skemalamanya. Ia mengadakan akomodasi dengan membentuk skema baru bahwa binatangdapat berkaki dua, empat, dan lebih dari empat.Skemata seseorang dibentuk dengan pengalaman sepanjang waktu. Skemata menunjukkan taraf pengertian dan pengetahuan seseorang sekarang tentang duniasekitarnya. Karena skema ini suatu konstruksi, maka bukan tiruan dari kenyataan duniayang ada. Menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi ini terus berjalan dalam diriseseorang. Dalam contoh anak di atas, ia akan terus mengembangkan skemanya tentang kaki binatang bila dijumpainya pengalaman-pengalaman yang berbeda,misalnya bahwa ada pula binatang yang tak berkaki.
d.          Equilibration
Proses asimilasi dan akomodasi perlu untuk perkembangan kognitif seseorang.Dalam perkembangan intelek seseorang, diperlukan keseimbangan antara asimilasi danakomodasi. Proses itu disebut equilibrium, yakni pengaturan diri secara mekanis untukmengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Disequilibrium adalah keadaan tidak seimbang antara asimilasi dan akomodasi. Equilibration adalah proses dari disequilibrium ke equilibrium. Proses tersebut berjalan terus dalam diri orang melaluiasimilasi dari akomodasi. Equilibration membuat seseorang dapat menyatukan peng-alaman luar dengan struktur dalamnya (skemata). Bila terjadi ketidakseimbangan, makaseseorang dipacu untuk mencari keseimbangan dengan jalan asimilasi atau akomodasi.
B.       Teori Belajar Konstruktivisme
1.     Piaget dan Pandangan Konstruktivisme
Teori belajar atau teori perkembangan mental piaget biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar yang dikemukakan oleh piaget tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dengan cirri tertentu dalam mengkonstruksi pengetahuan. Misalnya pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerak atau perbuatan.dalam kaitannya dengan teori belajar konstruktivisme, piaget yang di kenal sebagai konstruktivis pertama.
Piaget berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Dia juga menegaskan bahwa pengetahuan di bangun dalam pikiran anak. Selanjutnya, timbul pertanyaan bagaimanakah cara anak membangun pengetahuan tersebut?, lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, akn tetapi melalui tindakan. Perkembangan kognitif anak bahkan bergantung kepada seberapa jauh mereka aktif memanipulsi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Akomodasi dapat juga diartikan sebagai prose mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan rangsangan tersebut. Pandangan dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir, yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran seseorang dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilinya. Dalam hal ini, belajar merupakan proses aktif untik mengembangkan schemata sehingga pengetahuan terkait. Belajar merupakan proses membangun atau mengkonstruksi pemahaman sesuai dengan kemampuan yang dimiliki seseorang. Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktifitas yang berlangsung secara interaktif antara factor intern pada diri pembelajar dengan factor extern atau lingkungan sehingga melahirkan suatu perubahan tingkah laku.  Sedangkan pengetahuan fisis adalah konkrit. Tetapi pengetahuan logis dan matematis itu diabstraksi dari apa? Menurut Piaget ada dua kemungkinan abstr
aksi sebagai berikut :
1) Abstraksi yang berdasarkan pada objek itu sendiri. Dalam abstraksi ini, orang itu menemukan pengertian dari sifat-sifat objek itu sendiri secara langsung. Pengetahuan kita langsung merupakan abstraksi dari objek itu. Inilah pengetahuan eksperimental atau empiris. Abstraksi ini disebut abstraksi sederhana.
2) Abstraksi yang didasarkan pada koordinasi, relasi, operasi, penggunaan yang tidak langsung keluar dari sifa-sifat objek itu. Di sini abstraksi di tarik tidak dari objek itu sendiri, tetapi dar tindakan terhadap objek itu. Inilah inilah abstraksi logis dan matematis. Misalnya, berhadapan dengan 7 kelereng, seorang anak menghitung kelereng itu sampai tujuh. Ia menjajarkannya dan menghitung tetap sama 7. Ia meletakkan kelereng-kelereng di kaleng, di hitung lagi hasilnya tetap 7. Ia mengubah-ubah susunan kelereng dan di hitung tetap 7. Anak itu menemukan prinsip komlatif bahwa jumlah kelereng tetap sama meski susunannya di ubah-ubah. Ia juga menemukan pengertian tentang angka 7. Sifat tersebut tidak terdapat pada kelereng, tetapi pada aksi terhadap kelereng. Pengetahuan ini adalah pengetahuan matematis bukan fisis. Abstraksi kedua ini disebut abstraksi reflekttif.
Bagi Piaget semua pengetahuan adalah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan / tindakan seseorang. Pengetahuan ilmiah itu berevolusi, berubah dari waktu-waktu. Pemikiran ilmiah adalah sementara, tidak statis, dan merupakan proses. Pemikiran ilmiah merupakan proses konstruksi dan reorgansasi yang terus menerus (1970). Pengetahuan bukanlah sesuatu yang ada diluar tetapi ada dalam diri seseorang yang membentuknya.
Piaget membedakan adanya tiga macam pengetahuan : (1) pengetahuan Fisis, (2) matematis-logis, (3) so
sial. Masing-masing pengetahuan itu membutuhkan tindakan/ kegiatan seseorang, tetapi dengan berbeda alasannya.
1) Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis dari suatu objek atau kejadian seperti bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang lain.anak memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan atau bertindak terhadap objek itu melalui indranya.pengetahuan fisis ini didapat dari abstraksi langsung akan suatu objek.
2) Pengetahuan matematis-logis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang pengalaman dengan suatu objek atau kejadian tertentu. Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi ataupun penggunaan objek. Pengetahuan matematis-logis dapat berkembang hanya bila si anak bertindak terhadap benda itu. Tetapi peran dari tindakan dan benda itu berbeda. Anak itu membentuk/ menciptakan pengetahuan matematis logis karena pengetahuan itu tidak ada dalam objek sendiri seperti pengetahuan fisis. Pengetahuan itu harus dibentuk dari perbuatan berpikir si anak terhadap benda itu. Benda disini hanya menjadi medium untuk membiarkan konstruksi itu terjadi.
3) Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya dan social yang secara bersama menyetujui sesuatu. Contoh pengetahuan ini ialah aturan, hokum, moral, nilai, system bahasa, dan lain-lain. Pengetahuan social tidak dapat dibentuk dari suatu tindakan seseorang terhadap suatu objek, tetapi dibentuk dari interaksi seseorang dengan orang lain.
2.  Teori Belajar Vygotsky
Disini Vygotsky lebih memfokuskan perhatian kepada hubungan dialektif antara individu dan masyarakat dalam pembentukan pengetahuan tersebut dia memperhatikan akibat interaksi social, terlebih bahasa pada proses belajar anak menurut Vygotsky belajar merupakan suatu perkembangan pengertian. Dia membedakan adanya dua pengertian, yang spontan dan yang ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang didapatkan dari pengalaman anak sehari-hari. Pengertian ilmiah adalah pengertian yang didapat dari kelas. Pengertian ini adalah pengertian formal yang terdefinisikan secara logis dalam suatu systel yang lebih luas. Dalam proses belajar terjadi perkembangan dari pengertian yang spontan ke yang lebih ilmiah.
Menurut Vygotsky pengertian ilmiah itu tidak dating dalam bentuk yang jadi pada seorang anak. Pengertian itu mengalami perkembangan. Ini terkantung pada tingkat kemampuan anak untuk menangkap suatu model pengertian yang lebih ilmiah.
Vygotsky menggunakan istilah “ zo-ped “ suatu wilayah tempat bertemu antara pengertian spontan anak dengan pengertian sistematis logis orang dewasa. Wilayah ini berbeda dari setiap anak dan ini menunjukkan kemampuan anak dalam menangkap logika dan pengertian ilmiah.Itulah sebabnya Vygotsky menekankan pentingnya interaksi social dengan orang lain. Terlebih yang punya pengetahuan lebih baik dan system yang secara cultural telah berkembang dengan baik dengan diilhami dengan karya Vygotsky social culturalisme lebih menekankan praktek-praktek cultural dan social dalam lingkungan pelajar. Menurut para sosiokulturalis, aktifitas mengerti selalu dipengaruhi oleh partisipasi seseorang dalam praktek-praktek social dan cultural yang ada (situasi sekolah, masyarakat, teman-teman, dan lain-lain).
Makna belajar
Belajar merupakan proses aktif siswa mengkonstruksi arti entah teks, dialog,
Sintha Sih Dewanti, M.Pd.Si
46
http://htmlimg2.scribdassets.com/2lywtgya9sqmst3/images/46-523699c113.jpg
  E. Implikasi Konstruktivisme Terhadap Teori Belajar
1.     Makna belajar.

Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksikan arti entah teks, dialog,  pengalaman fisis, dll. Belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atas informasi yang dipelajari dengan pengertian yangsudah dimiliki siswa sehingga pengetahuannya berkembang. Proses tersebut bercirikan sebagai berikut:
a.        Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakanoleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi artidipengaruhi oleh pengertian yang telah dimiliki.[1]
b.        Konstruksi arti merupakan proses terus menerus. Setiap kali berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, siswa akan selalu mengadakan rekonstruksi.
c.        Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih merupakan suatu proses pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
d.       Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam kesenjangan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi ke-tidak seimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu belajar.
e.       Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan dunia fisikdan lingkungannya .
f.         Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang telah diketahui siswaberupa konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

2.     Peran pelajar
Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, di mana siswa membangun sendiripengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Ini merupakanproses menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah adadalam pikiran mereka. Siswa sendirilah yang bertanggung jawab atas hasil belajarnya.Mereka membawa pengertiannya yang lama dalam situasi belajar yang baru. Merekasendiri yang membuat penalaran atas apa yang dipelajarinya dengan cara mencarimakna, membandingkannya dengan apa yang telah ia ketahui serta menyelesaikanketegangan antara apa yang telah ia ketahui dengan apa yang ia perlukan dalampengalaman yang baru.Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk menemukansesuatu, bukan suatu proses mekanik untuk mengumpulkan fakta. Belajar itu suatuperkembangan pemikiran dengan membuat kerangka pengertian yang berbeda. Siswaharus punya pengalaman dengan membuat hipotesis, mengetes hipotesis, memanipulasiobjek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan, dll untukmembentuk konstruksi yang baru. Siswa harus membentuk pengetahuan mereka sendiridan guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. [2]“Belajar yangberarti” terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian, dan dalam proses selalumemperbarui tingkat pemikiran yang tidak lengkap.Ada perbedaan antara kaum behavioris dan konstruktivis dalam hal pengetahuan,belajar, dan mengajar. Menurut kaum behavioris, pengetahuan itu pengumpulan pasif dari subjek dan objek yang diperkuat oleh lingkungannya, sedangkan bagi kaum kon-struktivis, pengetahuan itu adalah kegiatan aktif siswa yang meneliti lingkungannya.Bagi behavioris, pengetahuan itu statis dan sudah jadi; bagi konstruktivis, pengetahuanitu suatu proses menjadi. Bagi kaum behavioris, mengajar adalah mengatur lingkunganagar dapat membantu belajar. Bagi konstruktivis, mengajar berarti partisipasi dengansiswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan,bersikap kritis, mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar adalah suatu bentuk belajarsendiri.Setiap siswa mempunyai cara sendiri untuk mengerti. Maka penting bahwa setiapsiswa mengerti kekhasannya, juga keunggulan dan kelemahannya dalam mengertisesuatu. Mereka perlu menemukan cara belajar yang tepat bagi mereka sendiri. Setiapsiswa mempunyai cara yang cocok untuk mengkonstruksikan pengetahuannya yangkadang sangat berbeda dengan teman-teman yang lain. Karena itu, mengerti kekhususannya sendiri sangat penting dalam memajukan belajar seseorang. Dalamkerangka ini, sangat penting bahwa siswa dimungkinkan untuk mencoba bermacam-macam cara belajar yang cocok dan juga penting bahwa pengajar menciptakanbermacam-macam situasi dan metode yang membantu pelajar. Satu model belajarmengajar saja tidak akan banyak membantu siswa.Waktu pertama kali datang ke kelas, siswa sudah membawa makna tertentutentang dunianya. Inilah pengetahuan dasar mereka untuk dapat mengembangkanpengetahuan yang baru. Juga mereka membawa perbedaan tingkat intelektual, personal,sosial, emosional, dan kultural. Ini semua mempengaruhi pemahaman mereka. Latarbelakang dan pengertian awal yang dibawa siswa tersebut sangat penting dimengertioleh pengajar agar dapat membantu memajukan dan memperkembangkannya sesuaidengan pengetahuan yang lebih ilmiah.

3.   Belajar kelompok
 Karena pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun sosial, kelompok belajar dapat dikembangkan. Menurut Von Glasersfeld, dalam kelompok belajar siswaharus mengungkapkan bagaimana ia melihat persoalan dan apa yang akan dibuatnyadengan persoalan itu. Inilah salah satu jalan menciptakan refleksi yang menuntut kesadaran akan apa yang sedang dipikirkan dan dilakukan. Selanjutnya, ini akanmemberikan kesempatan kepada seseorang untuk secara aktif membuat abstraksi.
Usaha menjelaskan sesuatu kepada kawan-kawan justru membantunya untuk melihatsesuatu dengan lebih jelas dan bahkan melihat inkonsistensi pandangan mereka sendiri.Mengerti bahwa teman lainnya belum memiliki jawaban yang siap, akanmeningkatkan keberanian siswa untuk mencoba dan mencari jalan. Sekaligus, jika iamenemukan jawaban, itu akan mendorong yang lain untuk menemukannya juga.Ketidakkonsistenan dan kesalahan yang ditunjukkan oleh teman dianggap kurangmeyakinkan dibandingkan bila ditunjukkan oleh guru. Ini akan meningkatkan harga dirimereka. Menurut Driver dkk., konstruktivisme sosial menekankan bahwa belajar berartidimasukkannya seseorang ke dalam suatu dunia simbolik. Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalampercobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi. Belajar merupakan proses masuknya seseorang ke dalam kultur orang-orang yangterdidik. Dalam hal ini, siswa tidak hanya memerlukan akses ke pengalaman fisik, tetapi juga ke konsep-konsep dan model-model ilmu pengetahuan konvensional. Oleh sebabitu, guru berperan penting karena mereka menyediakan kesempatan yang cocok dan prasarana masyarakat ilmiah bagi siswa. Dalam konteks ini kegiatan-kegiatan yangmemungkinkan siswa berdialog dan berinteraksi dengan para ahli, dengan lembaga-lembaga penelitian, dengan sejarah penemuan ilmiah, dan dengan masyarakatpengguna hasil ilmiah akan sangat membantu dan merangsang mereka untukmengkonstruksi pengetahuan mereka.

F.       Implikasi Konstruktivisme terhadap Proses Mengajar
1.                 Makna Mengajar.
Mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa,melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiripengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam membentukpengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi. Jadi, mengajar adalah suatu bentuk belajar sendiri.Berpikir yang baik adalah lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benaratas suatu persoalan yang sedang dipelajari. Seseorang yang mempunyai cara berpikiryang baik, dalam arti bahwa cara berpikirnya dapat digunakan untuk menghadapi suatu fenomena baru, akan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan yanglain. Sementara itu, seorang siswa yang sekadar menemukan jawaban benar belum pastidapat memecahkan persoalan yang baru karena mungkin ia tidak mengerti bagaimana menemukan jawaban itu. Bila cara berpikir itu berdasarkan pengandaian yang salah atautidak dapat diterima pada saat itu, ia masih dapat memperkembangkannya. Mengajar adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri.[3]
2.                  Fungsi dan Peran Pengajar atau Guru.
Menurut prinsip konstruktivis, seorang pengajar atau guru berperan sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar murid belajar dengan baik. Tekanan ada pada siswa yang belajar dan bukan pada disiplin ataupun guru yang mengajar. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut:
1) Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian.karena itu, jelas member kuliah atau ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.
2) Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan murid dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakn sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif.
3) Memonitor, mengevaluasi,dan menunjukkan apakah pemikiran si murid jalan atau tidak.guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan murid itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yng berkaitan serta membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulannya.
Agar peran dan tugas tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa kegiatan yang perlu dikerjakan dan juga beberapa pemikiran yang perlu disadari oleh pengajar:
1) Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang mereka kethui dan pikirkan.
2) Tujuan dan apa yang akan dibuat dikelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga siswa sungguh terlibat.
3) Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa.
4) Idperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjusng dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar.
5) Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa.
Guru yang konstruktivis tidak pernah akan membenarkan ajarannya dengan mengklaim bahwa “ ini satu-satunya yang benar “. Didalam matematika mereka dapat menunjukkan bahwa cara tertentu diturunkan dari operasi tertentu.
3.                  Penguasaan Bahan
Peran guru sangat menuntut penguasaan bahan yang luas dan mendalam guru perlu mempunyai pandangan yang sangat luas mengenai pengetahuan tentang bahan yang akan diajarkan. Pengatahuan yang luas dan mendalam memungkinkan seorang guru menerima pandangan yang berbeda dari murid juga memungkinkan menunjukkan apakah gagasan itu jalan atau tidak. Penguasaan bahan memungkinkan seorang guru mengerti macam-macam jalan dan model untuk sampai pada suatu pemecahan persoalan tanpa terpaku pada satu model.



4.                 Strategi Mengajar
Tugas guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkrit maka strategi mengajar perlu juga disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi murid. Oleh karena itu, tidak ada suatu srtategi mengajar yang stu-satunya yang dapat digunakan di manapun dan dalam situasi apapun. Strategi yang disusun selalu hanya menjadi tawaran dan saran, bukan suatu menu yang sudah jadi. Setiap guru yang baik akan memperkembangkan caranya sendiri. Mengajar adalah suatu seni yang menuntut bukan hanya penguasaan teknik, melainkan juga intuisi.  Harlen (1992 : 51) mengembangkan model konstruktivis dalam pembelajaran di kelas. Pengembangan model konstruktivis tersebut mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1.            Orientasi. Murid diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu topik. Murid diberi kesempatan untuk mengadakn observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
2.            Elicitasi Ide. Murid dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain.
3.            Restrukturisasi ide. Meliputi beberapa tahap yaitu klarifikasi terhadap ide, membangun ide baru ,  dan mengevaluasi ide yang barunya dengan eksperimen.
3. Aplikasi. Menerapkan ide yang telah dipelajari.
4. Review. Mengadakan tinjauan terhadap perubahan ide tersebut.

Beberapa prinsip konstruktivisme piaget yang perlu diperhatikan dalam mengajar matematika:
1) Struktur psikologis harus di kembangkan dulu sebelum persoalan bilangan diperkenalkan.
2) Struktur psikologis harus dikembangkan dulu sebelum symbol formal diajarkan.simbol adalah bahasa matematis.
3) Murid harus mendapat kesempatan untuk menemukan (membentuk) relasi atematis sendiri, jangaan hanya dihadapkan kepada pemikiran orang dewasa yang sudah jadi.
4) Suasana berpikir harus diciptakan. Sering pengajaran matematika hanya mentransfer apa yang dipunyai guru kepada murid dalam bentuk pelimpahan fakta matematis dan prosedur perhitungan kepada murid sehingga murid menjadi pasif dan hanya menghafal belaka.
5.                 Bagaimana Mengevaluasi Proses Belajar Murid
 Menurut von glasersfeld, sebenarnya seorang guru tidak dapat mengevaluasi apa yang sedang dibuat murid atau apa yang mereka katakan. Yang harus dilakukan guru adalah menunjukkan kepada murid bahwa apa yang mereka pikirkan itu tidak cocok utuk persoalan yang dihadapi. Guru konstruktivis tidak menekankan kebenaran, tetapi berhasilnya suatu operasi (viable). [4]
Perlu ditentukan apakah kita ingin agar murid memperkembangkan kemampuan berpikirnya atau sekedar dapat menangani prosedur standar dan memberikan jawabn standar yang terbatas. Berikan kepada murid suatu persoalan yang belum pernah ditemui sebelumnya, amati bagaimana mereka mengkonseptualisasikannya, dan teliti bagaimana mereka menyelesaikan persoalan itu. Pendekatan murid terhadap persoalan itu lebih penting daripada jawaban akhir yang diberikannya. Dengan mengamati cara konseptual yang murid gunakan, kita dapat menangkap bagaimana jalannya konsep mereka. Berikan persoalan kepada murid yang belum ada pemecahannya yang baku (von Glasersfeld , 1989).

6.                 Hubungan Guru dan Murid
Dalam aliran konstruktivisme, guru bukanlah seseorang yang mahatahu dan murid bukanlah yang belum tahu dank arena itu harus diberitahu. Dalam proses belajar murid aktif mencari tahu dengan membentuk pengetahuannya. Dalam arti inilah hubungan guru dan murid lebih sebagai mitra yang bersama-sama membangun pengetahuan.
  1. Contoh Pembelajaran Berbasis Konstruktivisme
Berikut ini adalah contoh pembelajaran pengurangan dasar bilangan seperti 13–7. Alternatif rancangan proses pembelajaran ini dapat saja disempurnakan dan disesuaikan dengan kondisi daerah dan keadaan siswa di kelas Bapak dan Ibu Guru. Langkah-langkah proses pembelajarannya adalah sebagai berikut:
1.      Pada tahap awal, Guru mengajukan masalah seperti berikut di papan tulis, di transparansi, ataupun di kertas peraga.
http://4.bp.blogspot.com/_0QVlDxiQXvc/TTJd3hZANzI/AAAAAAAAAEY/kTxA9y_vaI0/s400/2.jpg
2.      Guru bertanya kepada para siswa, berapa kelereng yang dimiliki Ardi pada awalnya? Jawaban yang diinginkan adalah 12. Guru lalu menggambar di papan tulis, 12 buah kelereng seperti gambar di bawah ini dengan menekankan bahwa 12 bernilai 1 puluhan dan 2 satuan atau 12 = 10 + 2.
http://2.bp.blogspot.com/_0QVlDxiQXvc/TTJePXS_SPI/AAAAAAAAAEc/dgpUZzTw0pI/s320/3.jpg
3.      Guru meminta siswanya bekerja dalam kelompok dengan menggunakan benda-benda konkret yang dimilikinya untuk menggambarkan 12 kelereng yang dimiliki Ardi.
4.      Guru bertanya kepada siswa, berapa butir kelereng yang diberikan kepada adiknya dan berapa sisa kelereng yang dimiliki Ardi sekarang? Biarkan siswa bekerja sendiri-sendiri atau bekerja di kelompoknya untuk menjawab soal tersebut.
5.      Ada dua kemungkinan jawaban siswa atau kelompok siswa, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Pada waktu diskusi kelompok, Bapak atau Ibu Guru sebaiknya menawarkan alternatif kedua ini kepada beberapa kelompok.
http://2.bp.blogspot.com/_0QVlDxiQXvc/TTJegsgnxII/AAAAAAAAAEg/9wIXCF2LBNo/s320/4.jpg
6.      Guru memberi kesempatan kepada siswa atau kelompok untuk melaporkan cara mereka mendapatkan hasilnya. Diskusikan juga, yang mana dari dua cara tersebut yang lebih mudah digunakan.
7.      Guru memberi soal tambahan seperti 13–9 dan 12–8.  Para siswa masih boleh menggunakan benda-benda konkret. Bagi siswa yang masih menggunakan alternatif pertama, sarankan untuk mencoba alternatif kedua dalam proses menjawab dua soal di atas.
8.      Guru memberi soal tambahan seperti 14–9 dan 13–8. Bagi  siswa atau kelompok siswa yang sudah dapat menyelesaikan soal ini tanpa menggunakan benda konkret dapat mengerjakan soal-soal yang ada di buku secara terus menerus & mengarahkannya sedikit demi sedikit & mengoreksi hasil akhir atau jawaban dari para siswa baik yang berkelompok maupun yang individual tadi apabila salah guru harus merangsang dengan memberikan semacam pemikiran aagar supaya murid tadi bisa menjawbnya sampai benar

BAB III
KESIMPULAN
1.       Konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi mereka dengan objek, fenomen, pengalaman dan lingkungan mereka. Bagi konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang.
2.       Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif. Dalam pembentukan pengetahuan, Piaget membedakan tiga macam pengetahuan: Fisis, Matematis-logis, dan Sosial.  Konstruktivisme psikologis personal (Teori Vygotsky) lebih menekankan bahwa pribadi seseorang sendirilah yang bisa mengkostruksikan pengetahuan.
3.       Belajar adalah proses Mengkonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman baik alami maupun manusiawi. Proses Konstruksi itu dilakukan secara pribadi dan social. Proses ini adalah proses yang aktif. Beberapa factor seperti pengalaman, pengetahuan yang telah dipunyai, kemampuan kognitif dan linggkingan berpengaruh terhadap hasil belajar.
4.       Mengajar adalah proses membantu seseorang ontuk membentuk pengetahuanya sendiri. Mengajar bukanlah mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tahu (Guru) kepada yang belum tahu (Murid), melainkan membantu seseorang agar dapat mengkonstruksi sondiri pengetahuanya lewat kegiatanya terhadap fenomen dan objek yang ingin diketahui.
5.       Teori Konstruktivisme telah banyak digunakan dalam pendidikan sains dan matematika. Teori tersebut secara umum digunakan sebagai referensi dan evaluasi proses belajar-mengajar dan juga pembaruan kurikulum sains dan matematika. Bahkan, sekarang mulai dicoba untuk menerapkan prinsip-prinsip Konstruktivisme dalam pembaruan pendidikan guru.
6.         Model pengajaran dan pembelajaran ini adalah dicadangkan dalam `Children's Learning in Science Project' (Needham, 1987). Dalam model ini, murid digalakkan bertukar-tukar fikiran melalui fasa pencetusan idea. Fasa ini juga dapat merangsang murid meninjau semula idea asal mereka. Dalam fasa penstrukturan semula idea, guru digalakkan merancang aktiviti yang sesuai untuk membantu murid mengubah idea asal mereka. Murid diberi peluang untuk mencabar idea asal sendiri dan juga idea rakan-rakan mereka. Adalah idpercayai idea baru yang dibina oleh murid sendiri biasanya lebih mudah diterima oleh mereka jika sekiranya idea ini mudah difahami dan berguna. Dalam fasa penggunaan idea, murid boleh menggunakan idea baru mereka untuk menyelesaikan masalah dan menerangkan fenomena yang berkaitan dengan idea-idea itu. Fasa renungan kembali merupakan fasa terakhir. Dalam fasa ini murid membandingkan idea asal renungan kembali merupakan fasa terakhir. Dalam fasa ini murid membandingkan idea asal mereka dengan idea baru dan merenung kembali proses pembelajaran yang telah mengakibatkan perubahan ke atas idea mereka. Fasa ini juga dapat memperkembangkan kemahiran meta kognitif.
7.       Fasa-fasa pengajaran berasaskan model konstruktivisme 5-fasa seperti berikut:-
Bil
Fasa
Tujuan/Kegunaan
Kaedah
I
Orientasi
Menimbulkan minat dan menyediakan suasana
Amali penyelesaikan masalah sebenar, tunjukcara oleh guru, tayangan filem, video dan keratan akhbar
II
Pencetusan Idea
Supaya murid dan guru sedar tentang idea terdahulu
Amali, perbincangan dalam kumpulan kecil, pemetaan konset dan laporan
III
Penstrukturan semula idea





i. Pernjelasan dan pertukaran




ii. Pendedahan kepada situasi konflik


iii. Pembinaan idea baru
iv. Penilaian
Mewujudkan kesedaran tentang idea alternatif yang berbentuk saintifik.
Menyedari bahawa idea-idea sedia ada perlu diubahsuai, diperkembangkan atau diganti dengan idea yang lebih saintifik.
Mengenal pasti idea-idea alternatif dan memeriksa secara kritis idea-idea sedia ada sendiri
Menguji kesahan idea-idea sedia ada

Pengubahsuaian, pengembangan atau penukaran idea

Menguji kesahan untuk idea-idea baru yang dibina







Perbincangan dalam kumpulan kecil dan buat laporan


Perbincangan, pembacaan, input guru.


Amali, kerja proyek, eksperimen, tunjuk cara guru
IV
Penggunaan idea
Pengukuhan kepada idea yang telah dibina dalam situasi baru dan biasa
Penulisan sendiri kerja proyek
V
Renungan kembali
Menyedari tentang perubahan idea murid. Murid dapat membuat refleksi sejauh manakah idea asal mereka telah berubah.
Penulisan kendiri, perbincangan kumpulan, catatan peribadi dan lain-lain.



DAFTAR PUSTAKA
  1. Bettencourt, A. (1989). What is Contructivism `nd Why Are They All Talking  About it? Michigen State University.
  2. Dr. Hanafiah, M.M.pd. ; Drs. Cucu Suhana, M.M.Pd. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran,  Bandung : Refika Aditama.
  3. http://ahmad faqih.blogsport.com/mengenal teori konstuktivisme,html.
  4. Matthews, M. (1994). Science Teaching. New York: Routledge.
  5. Piaget. J. (1970). Genetic Epistemology. NY: Columbia University Press.
  6. Sadulloh. Uyoh. 2003.  Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta .
  7. Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Penada Media Group.
  8. Suparno, Paul.1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
  9. Suwarno. Wiji. 2006. Dasar –Dasar Ilmu Pendidikan. Yogykarta : Ar-Ruzz.
  10. Von glasersefld, E. (1988). Cognition, Construction of Knowledge, and Teaching. National Science Foundation, Washington D.C.



[1] Dr. Paul Suparno, konstruktivisme Dalam Pendidikan, (yogyakarta : Kanisius,  1997) hlm. 61.
[2] Ibid; hlm. 62.
[3] Ibid. Hlm. 65.
[4] Ibid. Hlm. 71.